Sunday 16 March 2014

KomplikasiI Polip Hidung

Pendahuluan
Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.
Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya sangat terkait erat dengan berbagai problem THT lainnya seperti rinitis alergi, asma, radang kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada aspirin, dan lain-lain.
Sebuah studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan antara polip yang menyerang pria 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita. Dengan prevalensi sekitar 0.2%-4,3%. Tumor jinak ini yang acapkali bisa bersifat multipel atau tumbuh lebih dari satu, sejarah pertama kali mengindentifikasi 4.000 tahun yang lalu di Mesir Kuno. Multipel polip biasanya berawal dari cellulae ethmoidalis yang kemudian akan memenuhi rongga hidung. Dalam frekuensi yang jauh lebih kecil, massa putih yang tidak mengandung pembuluh darah itu juga dapat tumbuh tunggal. Biasanya berasal dari sinus maxillaris yang kemudian akan masuk ke dalam choane atau choanal polip.
Etiologi Polip Hidung
Etiologi polip hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berperan dalam terjadinya polip nasi, yaitu :
  • Peradangan. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang.
  • Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor.
  • Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.
Dengan adanya faktor alergi dan radang kronis yang berulang-ulang, maka terjadilah perubahan pada mukosa hidung, perubahan pembuluh darah, dan juga pembuluh limfe. Keadaan ini akan berkembang terjadinya hambatan balik cairan interstitial. Cairan yang terkumpul selanjutnya akan menimbulkan semacam bendungan yang bersifat pasif. Dari keadaan ini, berkembang menjadi pembengkakan di mukosa hidung. Makin lama proses ini berlangsung, penonjolan mukosa hidung akan bertambah panjang, sampai pada akhirnya terbentuk tangkai, maka terbentuklah polip.
Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan.
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya sehingga jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negatif tersebut. Akibatnya timbullah edema mukosa. Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung.1
Polip hidung biasanya menyerang orang dewasa yang kemungkinan disebabkan oleh karena reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung yang berlangsung lama. Beberapa faktor lain yang meningkatkan kemungkinan terkena polip hidung antara lain sinusitis (radang sinus) yang menahun, iritasi, sumbatan hidung oleh karena kelainan anatomi dan adanya pembesaran pada konka.
Diagnosis Polip Hidung
Cara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu :
  • Anamnesis.
Keluhan yang timbul akobat polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-bersin, hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya massa di hidung, sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tak lagi simetris, bengek atau bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lendir dan rasa kering yang terkumpul di tenggorokan, sakit kepala, dan lain-lain. Semua keluhan itu tentu saja amat mengganggu dan sangat mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.
  • Pemeriksaan fisik. Terlihat deformitas hidung luar.
  • Rinoskopi anterior. Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung.
  • Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal.
  • Foto polos rontgen & CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.
  • Biopsi. Dianjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.
Polip dibagi menjadi tiga gradasi, yakni gradasi 1, 2, dan 3. Gradasi pertama, polip hanya tampak dengan perneriksaan endoskopi karena tumbuh kecil sekali. Gradasi 2, umumnya polip sudah agak besar, tetapi belum bisa dilihat dengan mata telanjang meski dapat diperiksa dengan alat THT sederhana, seperti spatula hidung. Pada gradasi ketiga, polip tampak sudah besar, bahkan jika dilihat dari luar terlihat memenuhi hidung.
Penatalaksanaan Polip Hidung
Prinsip pengobatan dari polip hidung yaitu mengatasi polipnya dan menghindari penyebab atau faktor faktor yang mendorong terjadinya polip. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Ada 3 macam terapi polip hidung, yaitu :
  1. Medikamentosa : kortikosteroid, antibiotik & anti alergi.
  2. Operasi : polipektomi & etmoidektomi.
  3. Kombinasi : medikamentosa & operasi.
Kortikosteroid diberikan pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Antibiotik  diberikan jika ada tanda infeksi dan anti alergi diberikan jika pemicunya dianggap alergi. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid kadang bisa memperkecil ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip. Gunakan kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan dalam jangka waktu singkat. Namun bila pemberian obat baik semprot maupun minum atau kombinasi keduanya tidak memberikan respon yang baik, atau keadaan polip yang terlalu besar yang menyebabkan sumbatan pada jalan nafas, atau bersifat multipel, maka operasi pengangkatan polip menjadi pilihan kedua.
Pembedahan dilakukan jika:
  • Polip menghalangi saluran pernafasan
  • Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
  • Polip berhubungan dengan tumor
Tindakan operasi pengangkatan polip (polipektomi) itu sendiri termasuk operasi sederhana yang dapat dilakukan melalui beberapa metode, antara lain dengan menggunakan tang polip atau snare polip. Tetapi dalam teknik yang lebih modern dapat dilakukan dengan endoscopic polipectomi.
Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun belum memadati rongga hidung.
Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal.
Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa diberikan sebelum dan sesudah operasi. Antibiotik diberikan bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca operasi.1
Komplikasi Polip Hidung
Apabila faktor yang menyebabkan terjadinya polip tidak teratasi maka polip hidung ini rawan untuk kambuh kembali. Oleh sebab itu diperlukan kepatuhan pasien untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan alergi yang dapat menjurus untuk terjadinya polip hidung. Kelemahan, stress emosional, perubahan suhu mendadak, infeksi penyerta, deviasi septum dan paparan terhadap udara polutan lainnya, dapat mencetuskan, memperhebat dan mempertahankan gejala-gejala yang menyertai polip hidung.
Komplikasi polip nasi merupakan keadaan sekunder, gejala, atau kelainan yang disebabkan oleh polip nasi. Dalam banyak kasus, perbedaan antara gejala polip nasi dengan komplikasinya seringkali tidak jelas.4
Sebuah polip yang kecil jarang menimbulkan komplikasi, namun polip yang besar atau polip berukuran kecil yang jumlahnya banyak (poliposis) dapat mengakibatkan komplikasi berikut ini:
  1. Sinusitis akut atau kronis
Adanya polip merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Adanya polip akan menghambat pergerakan silia dan lendir tidak dapat dialirkan keluar. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1,2 Bila telah terjadi sinusitis maka akan timbul gejala sekunder berupa nyeri kepala, nyeri muka dan adanya post nasal drip.
  1. Obstruksi jalan napas3
Pada anak sering dikeluhkan bernafas melalui mulutnya, karena adanya sumbatan hidung akan membuat penderita mengalami kesulitan bernapas melalui hidung. Bernapas dari mulut membuat rongga mulut menjadi kering, dan akhirnya bakteri penyebab bau mulut akan berkembang biak sehingga menyebabkan napas berbau. 7
Selain itu terdapat pula keluhan tidur mendengkur. Mendengkur bisa disebabkan kelainan anatomi hidung, adanya sumbatan oleh polip, atau alergi yang membuat selaput lendir membengkak sehingga penderita kesulitan bernapas dengan normal dan terpaksa harus bernapas lewat mulut sehingga menimbulkan bunyi. Mendengkur dapat menyebabkan suatu masalah kesehatan yang serius yang dikenal dengan obstructive sleep apnea syndrome atau gangguan napas obstruktif saat tidur, yaitu terhentinya napas secara mendadak ketika tidur. Hal ini ditandai dengan suara mendengkur yang tiba-tiba berhenti, lalu orang tersebut tersentak bangun dan menarik nafas sangat dalam dengan cepat sehingga menimbulkan suara keras. Penghambatan saluran udara pada orang yang mendengkur dapat terjadi sedemikian rupa, karena jalan napas tertutup secara total. Ini mengakibatkan napas berhenti selama beberapa detik.  Biasanya napas akan terhenti secara tiba-tiba selama 10 sampai 30 detik. Pada orang dewasa, tertutupnya jalan napas seringkali diikuti dengan serangan jantung mendadak. 8
  1. Perdarahan hidung (epistaksis)3
Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan akut dari rongga hidung, yang keluar melalui lubang hidung ataupun ke belakang (nasopharing). Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Infeksi hidung dan sinus paranasal dapat menimbulkan epistaksis.1 Untuk kasus ringan dapat berlangsung tanpa diketahui karena darah tidak mengalir keluar melalui nares. Secara patofisiologis, epistaksis dapat dibedakan menjadi epistaksis anterior dan posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak) atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk darah akan keluar melalui lubang hidung, sering ditemukan sehari-hari dan hampir 90% dapat berhenti sendiri.1
  1. Rinolalia4
Sesuai dengan fungsi hidung yang berperan dalam resonansi suara dan membantu proses bicara, maka adanya polip nasi dapat menimbulkan gangguan fonasi suara. Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara atau menyanyi. Rinolalia oklusa atau disebut juga hyponasality merupakan kualitas suara yang kekurangan total hembusan udara dan resonansi hidung sehingga suara penderita akan seperti orang yang terserang flu. Sumbatan hidung akibat polip akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar suara sengau.
  1. Gangguan penghidu dan pengecap4
Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila menarik napas dengan kuat atau partikel tersebut larut dalam lendir yang selalu ada di permukaan mukosa daerah olfaktorius. Gangguan penghidu akan terjadi bila ada yang menghalangi sampainya partikel bau ke reseptor saraf atau ada kelainan pada nervus olfaktorius, mulai dari reseptor sampai pusat olfaktorius.
Serabut saraf olfactorius berjalan melaui lubang-lubang pada lamina kribosa os etmoid menuju ke bulbus olfactorius di dasar fosa kranii anterior.5
Neuroepitelium olfaktorius berlokasi di bagian atas dari masing-masing cavum nasi yang berbatasan dengan lamina kribriformis, septum nasi superior, dan dinding superior lateral nasal, mengandung reseptor olfaktorius primer. Pada manusia, jumlah dari neuron olfaktorius secara bertahap berkurang. Selain mengandung neuron olfaktorius, epitelium ini mengandung sel-sel penunjang, kelenjar Bowman, sel-sel basal yang memungkinkan terjadinya regenerasi epitelum.
Proses menghidu dimediasi melalui stimulasi dari sel reseptor olfaktorius oleh susunan kimia tertentu dari udara yang kita hirup. Hal-hal yang mempengaruhi stimuli oleh bau tertentu antara lain durasi, volume, dan kecepatan menghirup. Untuk menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terkandung dalam udara harus melalui nasal cavity dengan arus udara yang turbulen dan berhubungan dengan reseptor. Setiap akson dari sel reseptor berhubungan dengan CN I dan membentuk sinaps dengan target sel-sel mitral dan tufted pada bulubus olfaktorius. Sel-sel bulbus olfaktorius, seperti juga sel-sel CNS lainnya, tidak dapat beregenerasi, tetapi dapat membentuk sinaps baru dari sel reseptor.
Manusia memiliki ratusan jenis reseptor olfaktorius yang berbeda, namun tiap neuron hanya mengekspresikan 1 jenis reseptor. Sel-sel bulbus olfaktorius dihubungkan oleh sel reseptor olfaktorius meliputi sel-sel mitral dan tufted, yang tersusun pada area-area tertentu yang disebut glomeruli. Terminal akson dari reseptor yang sama membentuk sinaps dalam glomeruli yang sama membentuk peta topografi dari bawah. Diperkirakan reseptor bau aktif berdasarkan komposisi kimianya. Glomeruli yang sesuai akan teraktifasi membentuk pola yang unik untuk setiap bau pada bulbus olfactori. Sel glomerular merupakan neuron keluaran primer dari bulbus olfactorius. Akson-akson dari sel ini berjalan menuju ke kortex olfactorius dan di bagi menjadi 5 bagian, yang pertama nukleus olfactorius anterrior yang menghubungkan 2 bulbus olfactorius melalui komisura anterior, yang kedua adalah olfactori tuberkel, yang ketiga adalah kortex piriformis yang merupakan daerah diskriminasi, yang keempat adalah cortical nucleus dari amygdala dan yang kelima ialah entorhinal area yang diproyeksikan ke hipocampus.1
Gangguan pada olfaktori dapat dihasilkan dari proses patologis pada tingkat manapun sepanjang jalur olfaktorius. Pada gangguan konduktif, transmisi dari rangsangan bau menuju neuroepitelium olfactorius terganggu. Gangguan sensorineural meliputi kerusakan pada struktur neural yang lebih kearah CNS. Secara umum penyebab defisit olfactorius yang paling primer yang paling sering adalah penyakit pada nasal atau sinus, riwayat infeksi viral traktus respiratorius atas dan trauma kepala.5,6
Infeksi dan proses inflamasi dapat menyebabkan gangguan olfactorius di CNS dan gangguan transmisi olfactorius. Gangguan konduktif akibat kronik rhino sinusitis menyebabkan edema mukosa, dan pembentukan polip juga dapat menggangu neuroepitelium dengan hilangnya reseptor olfactorius yang irreversible melalui apoptosis yang abnormal.5,6
Indera penghidu yang merupakan fungsi nervus olfactorius, sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh nervus trigeminus, karena seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama. Stimulusnya juga sama-sama berupa rangsang kimiawi, bukan rangsang fisika seperti pada penglihatan dan pendengaran. Sehingga adanya gangguan penghidu ini seringkali disertai dengan gangguan pengecap.4
  1. Perubahan struktur wajah

Komplikasi ini jarang terjadi. Polip dapat merusak struktur tulang muka penderitanya karena polip menekan tulang wajah dalam waktu lama.2 Selain itu polip juga dapat menimbulkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung.
Lihat Artikel Asli di http://tomat1610.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Agar Menjadi Lebih Baik